Wahai para penuntut ilmu, wahai para penghafal Kitab Allah…
Kalian adalah hamba yang Allah pilih. Di antara jutaan manusia di luar sana, Allah memilih hati kalian untuk menampung kalam-Nya. Itu bukan kebetulan. Itu adalah tanda cinta Allah kepada kalian.
Tapi ketahuilah…
Semakin besar kemuliaan, semakin besar pula ujian.
Dan semakin tinggi kedudukan, semakin berat pula pertanggungjawaban.
Musibah terbesar bagi seorang penghafal Al-Qur’an bukan ketika ia sedang diuji dengan kelelahan, kesulitan ekonomi, homesick, dimarahi guru, atau kesepian di perantauan.
Musibah terbesar itu adalah ketika Al-Qur’an tidak lagi menjadi teman dalam kesehariannya.
Ketika dulu mushaf selalu dibawa kemana-mana, tapi sekarang tertinggal begitu saja.
Ketika dulu muroja’ah menjadi kebutuhan, tapi sekarang hanya dilakukan karena kewajiban.
Ketika dulu setiap hafalan baru disambut dengan air mata haru, tapi kini disambut dengan rasa bosan dan terpaksa.
Wahai santri…
Jika suatu hari engkau mulai lebih sibuk dengan gawai dibanding Mushaf…
Jika hafalan mulai hilang tanpa engkau pedulikan…
Jika dada terasa gelisah tapi engkau tidak kembali kepada ayat-ayat Allah…
Maka ketahuilah itu bukan sekadar kemalasan. Itu adalah musibah.
Musibah yang lebih menyakitkan daripada kehilangan harta, keluarga, atau cita-cita dunia.
Sebab bagaimana mungkin seorang yang dulu memegang cahaya, kemudian membiarkannya padam?
Rasulullah ﷺ memperingatkan:
“Jagalah Al-Qur’an ini, karena ia bisa lepas lebih cepat daripada unta yang terikat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Itu berarti, jika engkau tidak menjaga hafalan, maka hafalan akan pergi.
Bukan karena Allah tidak sayang tapi karena Allah hanya menitipkan Al-Qur’an pada hati yang menjaganya.
Namun jangan bersedih wahai santri…
Jika engkau merasa jauh, itu tanda Allah sedang memanggilmu kembali.
Jika hafalan mulai lemah, itu tanda Allah ingin engkau mendekat lagi kepada-Nya.
Jika muroja’ah terasa berat, itu tanda Allah ingin melihat kesungguhanmu.
Allah tidak meminta kesempurnaan. Allah hanya meminta perjuangan.
Maka mulailah lagi…
Walaupun pelan.
Walaupun harus mengulang dari awal.
Walaupun harus meneteskan air mata.
Pegang mushaf itu kembali bukan untuk menyenangkan ustadz atau mencari pujian manusia
tapi karena engkau rindu Allah…
dan ingin Allah ridha kepadamu.
Sebab kelak pada hari kiamat…
ketika manusia berlari mencari perlindungan…
ketika matahari didekatkan…
ketika semua orang menyesali hidupnya…
Akan ada kaum yang dipanggil dengan kemuliaan:
“Bacalah dan naiklah.”
Karena derajatmu di surga ditentukan oleh ayat terakhir yang engkau baca.
Wahai santri…
Berjuanglah menjaga kalam Allah.
Karena setiap huruf yang engkau ulang hari ini adalah tangga yang akan mengangkatmu di akhirat.
Semoga Allah menjadikan kalian penjaga Al-Qur’an, bukan hanya di lisan, tapi dalam hati, akhlak, dan kehidupan.







